Save Part 3

MS Wijaya
0

"Apa yang masih kau lakukan disini?" ujarku kaget begitu melihat sang malaikat bernama Wakhid itu masih berdiri di depan dapurku, dngqn refleks aku berbalik badan dan merapatkan jubah mandiku. Berhubung apartemenku ini kecil, dan kamar mandinya berada diluar. Jadi sudah pasti aku akan melewati ruang tamu sekaligus dapur itu untuk masuk ke kamarku. Dan sialnya aku lupa ada orang asing itu, dan kebiasaanku yang sudah (hidup) terlalu lama sendiri dengan santainya hanya memakai jubah mandiku saat keluar dari kamar mandi.

"Maaf, apa aku harus berbalik badan juga?" tanyanya polos. Malaikat macam apa dia ini, tak tahu sesuatu tentang hal privasi? Lagipula bukannya tugas dia sudah selesai? I still alive, ya aku merasa sangat hidup setelah mandi dan memikirkan lagi hal yang telah kulakukan saat berendam tadi. Walaupun aku sedikit menyesal, kenapa aku masih hidup. Aku mengisyaratkannya untuk berbalik badan dengan tanganku. Untunglah ia mengerti dengan membalikkan badannya untuk memunggungiku, seketika itu aku langsung berlari ke kamarku.

"Kau belum menjawab pertanyaanku barusan." Iahanya menengok sebentar, lalu kembali fokus kepada layar televisi yang sudah menyala menampilkan channel tentang kesehatan "Healing Treatment" lebih tepatnya. Ia tak langsung menjawab, malah menuruhku untuk duduk disampingnya. Dan bodohnya aku malah menurutinya, apalagi ini? Apa sekarang dia bisa menghipnotis?

Tiba-tiba ia memelukku dengan erat, terasa hangat dan nyaman. Selama beberapa detik aku terbuaidalam pelukan itu, kemudian aku tersadar dan segera menjauhkan tubuhnyadari tubuhku dan sedikit menjauh hingga ke ujung sofa.

"Apa yang kau lakukan malaikat mesum…." ujarku kaget.

"Aku hanya mengikuti yang disarankan layar itu. Katanya pelukan mampu meredam emosi dan menentramkan orang-orang yang sedang sedikit depresi." ujarnya polos, seperti anak yang baru saja memecahkan vas bunga kesayangan mamanya namun ia memasang wajah tak berdosa.

"Kita bukan muhrim.." jawabku singkat, sambil memeluk tubuhku sendiri seakan aku sedang telanjang. Tapi lbih tepatnya ditelanjangi.

"Santai saja, aku tidak punya nafsu untuk melakukan hal-hal berbau seperti itu. Bahkan jika kau telanjang sekalipun, nanti di surga juga kau tidak akan pakai apa-apa dan tidak akan ada yang memandangmu aneh apalagi memandangmu dengan tatapan mesum." aku masih memandangnya dengan curiga.

"Hei lagipula saat kau mandi sekalipun dua malaikat tukang catat itu masih mengikutimu. Dan Tuhan, Dia selalu mengawasimu. Kemanapun bahkan di lubang semut sekalipun. Lihat layar ini, disana banyak sekali layar seperti ini cukup untuk melihat seluruh kehidupan di dunia, bahkan di dunia lain yang tidak bisa kau lihat apalagi jamah untuk saat ini." jelasnya.

"Soal pertanyaanmu, kenapa aku masih disini? Aku juga tidak tahu kenapa, padahal tugasku sudah selesai bukan? Sebenarnya ini tugas pertamaku. Jadi aku tidak tahu harus bagaimana lagi setelah memastikan dirimu selamat" jawabnya dengan ringan.

"Jadi?."

"Jadi, sekarang lebih baik kita jalan-jalan pagi. Bukankah ini hari minggu dan kau libur? Tadi aku lihat ada taman yang bagus diujung jalan sana. Dan menurut layar itu, jalan pagi baik untuk kesehatan. Udaranya juga masih bagus." Ia langsung menyeretku keluar apartemen sambil membawa sepatu lariku. Dan sekali lagi, aku menurut begitu saja.




Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)